Surat yang (barangkali) akan aku keberikan padamu saat aku (hampir) mati nanti

Minggu, 29 April 2012

| | | 2 komentar


Adakah yang menyukaimu sekonyol aku menyukaimu?

Memandangi diam-diam, mencuri dengar ,membuat bermacam skenario agar bisa berpapasan denganmu di lorong-lorong kelas. Pergi ke ruang administrasi untuk mencari tahu namamu. Buru-buru mengeluarkan motor supaya kita bisa keluar bersamaan dari gerbang. Menghabiskan sore di teras belakang demi melihatmu bermain futsal. Berdesak-desakan di koperasi sekolah agar bisa mengambil tempat sedekat mungkin darimu.

Adakah yang mengenangmu sedalam aku mengenangmu?

Aku pertama kali melihatmu di bawah pohon depan sekolah kita. Tahun 2007. Terakhir kali melihatmu saat expo universitas beberapa bulan setelah kita masuk kuliah. Tahun 2010. Pertama mengingatmu setelah beberapa kali melewatimu saat kau bermain ponsel di bawah pohon besar depan sekolah kita. Tahun 2007. Terakhir mengingatmu saat aku menulis ini. Tahun 2012. Tiga tahun aku mengenali sosokmu, lima tahun (dan sepertinya masih akan berlanjut beberapa tahun ke depan) aku mengingatmu. Lupa? Tak pernah sekalipun. Saat aku berkunjung ke sekolah lama kita, aku teringat kamu. Saat malam-malamku sepi, aku merindukan kamu. Saat berpapasan dengan orang yang mirip kamu, aku berhenti sejenak dan mengamati.

Adakah yang memperhatikanmu sedetail aku memperhatikanmu?

Kadang, di sela-sela pembicaraan kita, aku ingin berkata, “Dulu aku penggemarmu loh”, tapi selalu ku tahan-tahan.  Aku takut, kau jengah lantas menjauh setelah aku mengatakan itu.

Tapi aku memang selalu jadi penggemarmu. Aku bisa mengenali sosokmu dari jauh. Aku hapal caramu berjalan, bagaimana caramu sesekali menunduk saat bertemu orang baru, dan caramu bergerak nyaman diantara sahabat-sahabatmu. Aku hapal caramu memegang tali tasmu yang kau sampirkan di bahu kirimu, caramu berlari saat bermain futsal sepulang sekolah. Aku juga hapal bagaimana matamu menyipit saat tertawa, raut wajahmu yang tekun saat membaca komik, bahkan saat kau diam-diam berjalan sambil melompat-lompat saat sekolah masih sepi.

Lihat kan? Dulu aku benar-benar penggemarmu.

Dan adakah yang bertahan untuk tidak mencintaimu seperti caraku  menahan diri?

Saat kita mengobrolkan banyak hal yang menyenangkan, aku selalu mencoba untuk tidak terlalu bahagia. Mencoba untuk mengatur debarku. Mencoba untuk menenangkan hatiku dan berkata, ”Jangan dia,Vit. Jangan jatuh cinta dengan dia.” Ah, kamu terlalu berharga untuk aku cintai. Biarkan aku menyukaimu saja, mengenangmu saja, memperhatikanmu saja, tanpa harus mencintai. Karena cinta cenderung berubah menjadi hal yang menyebalkan. Cemburu, posesif, patah hati… Ah, kamu tak perlu mengalami itu. Belum.

Jadi, jika suatu saat kamu membaca surat ini, dan menyadari kalau aku sedang bercerita tentang kamu, perpura-puralah untuk tidak tahu. Kamu tak perlu merubah cara bicaramu menjadi lebih lambat dan bijaksana, atau lebih cepat dan riang. Tak perlu membuat dirimu seperti aktivis kampus, atau atlet futsal, atau musisi hebat. Bahkan, kamu tak perlu pula belajar untuk mencintaiku. Tak perlu menjadi sesuatu yang bukan kamu.  

Karena kamu tak perlu melakukan apapun untuk jadi orang yang aku suka.

Anggap saja aku adalah penggemarmu nomor satu. Jangan bersikap berbeda di depan gadis yang menyukaimu ini. Aku tidak ingin membebanimu dengan perasaanku.

Aku hanya berharap, kalau di lain waktu kamu temui aku di jejaring sosial yang sama, dengan lampu hijau menyala, jangan ragu untuk menyapaku. Aku tidak menyapamu lebih dulu bukan karena aku tak mau, tapi karena mungkin saat itu keberanianku belum terkumpul cukup banyak. Jangan takut kehabisan obrolan! Toh, kita selalu bisa menemukan topik-topik yang menyenangkan seperti malam-malam yang lalu. Atau saat kita berdua tidak tahu harus berkata apa lagi, bicaralah tentang cuaca! Kalimat ‘Disini hujan,Vit. Semarang hujan nggak?’ sudah bisa membuatku berbunga-bunga.

Barangkali, nanti, saat takdir bermurah hati kepada kita, mempertemukan kita di siang yang terik atau sore yang gerimis, aku akan mengumpulkan semua keberanianku, untuk menghampirimu, menyapamu, lantas berkata:

“Dulu aku penggemarmu loh.”


…dan sampai sekarang pun masih.