“Mati itu rasanya seperti apa sih?”

Jumat, 25 Maret 2011

| | | 1 komentar
“Mati itu rasanya seperti apa sih?”

Ve mengangkat bahu, merasa bosan menghadapi pertanyaan favorit Liam itu.

”Sakit tidak ya? Kata orang sih, sewaktu sakaratul maut sakit sekali.”

Ve hanya mengangguk-angguk. Matanya tak lepas dari PR Pengantar Probabilitas yang sedang disalinnya.

”Menurutmu sakit tidak, Ve?”

Ve menjawab dengan nada bosan, ”Sebentar ya, aku tanya Tuhan dulu, apa mati itu sakit atau tidak.”

Liam tidak menanggapi candaan Ve. Matanya menerawang, pikirannya berkelana jauh. Mencoba menerka-nerka sesuatu yang jauh melampaui batas pemahamannya.

“Kira-kira nanti kita akan mati dengan cara apa, ya?” kata Liam setelah hening beberapa saat.

“Entahlah. Aku benci memikirkan mati.”

”Kenapa? Bukannya kita semua pada akhirnya akan mati?”

”Ya.”

”Lalu kenapa kamu benci memikirkan mati?”

”Tidak suka saja.”

”Tahu tidak, probabilita manusia akan mati adalah satu. Penuh. Pasti terjadinya.”

”Oh,tutup mulut,” Ve mendengus kesal. “Tahu tidak, tugas ini membunuhku.”

Ve mengusap-usap matanya yang mengantuk. Harinya sudah menyebalkan tanpa perlu dicekoki Liam tentang topik mengenai kematian.

”Aneh ya,” kata Liam. ”Sebagian besar orang tidak tahu mereka akan hidup sampai umur berapa. Tiba-tiba saja kematian mendatangi mereka; dalam tidur, kecelakaan, atau meninggal setelah bermain bola. Sebagian sudah tahu batasan umur mereka. Kau sakit keras, kau akan mati dua tahun lagi. Kau perokok, umurmu tak lebih dari empat puluh lima. Dan sebagian kecil lainnya justru menentukan kematian mereka sendiri. Orang-orang yang bunuh diri.”

”Oke, Liam, shut up. Aku sangat-sangat-sangat benci topik ini. Kalau kamu −”

”Apa kamu siap mati?”

”Tidak ada orang yang siap mati. Dengar, bisa tidak kamu −”

”Mungkin kamu takut dengan kematian.”

Ve terdiam. Pensil kayunya digenggam erat, tangannya mulai basah oleh keringat. Muncul bayangan dia mati, tergeletak, dikubur dalam liang yang jauh lebih sempit daripada kamar mandinya. Menunggu waktu untuk diadili, ditimbang, dihakimi...

”Ya, aku takut,” kata Ve lirih. ”Takut sekali.”