Aku selalu menjadi payungmu

Selasa, 16 November 2010

| | | 3 komentar


Aku selalu menjadi payungmu
Yang menepis air hujan agar hatimu tak menggigil kedinginan

Aku selalu menjadi payungmu
Yang bertarung dengan angin kencang agar air matamu tak tersibak

Aku selalu menjadi payungmu
Tapi rupa-rupanya kau lebih suka berlarian dalam kungkungan hujan

Kamu

Selasa, 26 Oktober 2010

| | | 2 komentar

Kamu adalah satu-satunya buku yang kuhapal isinya dari awal sampai akhir. Dari daftar isi sampai daftar pustaka. Dari setiap kapital dan titik koma.

Itu dulu

Sebelum akhirnya aku sadar bahwa banyak halamanmu yang menghilang. Bahwa apa yang kubaca dan kurapal selama ini ternyata tak lebih dari sepertiga buku saja.

Ternyata aku memang tidak tahu apa-apa tentangmu… :(

Selalu

Sabtu, 18 September 2010

| | | 3 komentar


I always thought we can be bestfriend forever. Forever. Mpe tua, dan kita bawa cucu masing-masing. Tapi sepertinya kita semua sudah menyeberang ke arah yang berbeda-beda. Kalian sudah menemukan dunia masing-masing. Kamu dengan teman-teman cowokmu, kamu dengan pacarmu, kamu dengan kuliahmu yang super menyenangkan. Mungkin tinggal aku yang berdiri di tempat, tak beranjak sesentipun, memandang kalian yang pergi menjauh. Menatap punggung yang dulu kukenal.

Ah, hidup memang memiliki banyak persimpangan. Dan kalian telah mengambil jalan kalian masing-masing. Mungkin aku juga harus begitu− aku ingin begitu. Tapi kaki ini tak mau beranjak, tak mau menjejak. Jadi biarkan saja aku disini, mengawasi apakah kalian bahagia atau tidak. Dan bila kalian tersesat, jangan khawatir. Mundurlah beberapa langkah, kembali ke awal persimpangan. Kalian akan selalu menemukan aku disana :)

*Kalian selalu menjadi sahabat terhebat yang pernah saya punya. Selalu.

Buat kamu, yang tak pernah tahu :)

Senin, 06 September 2010

| | | 1 komentar

Apa kabarnya Jakarta? Panaskah? Atau mungkin lebih teduh daripada Semarang? Ramaikah? Atau justru membuatmu kesepian? Apakah kau sudah membuat teman, yang  bisa membuatmu tertawa lepas seperti teman-temanmu dulu? Adakah yang menjagamu disana? Dan… adakah yang memperhatikanmu?

Haha, aku yakin pasti ada. Entah kau sadar atau tidak, kau ini cukup populer :p

Apakah di suatu lipatan hatimu, kau merindukan sekolah lama kita? Dengan pohon-pohon raksasa di tepiannya, tempat pertama kali aku melihatmu disana, sendiri menunggu? Dengan langit cerah yang selalu kita kutuk, karena  berkas-berkas sinar matahari begitu leluasa membakar kulit? Atau dengan lapangan yang selalu penuh dengan genangan air sehabis hujan?

Entahlah, aku rindu. Bahkan dengan ulangan fisika yang sukses membuatku menangis tanpa harapan. Juga dengan bel yang bersuara norak saat pergantian pelajaran. Dan dengan rolade yang mati-matian kuperebutkan dengan sepuluh gadis yang menjerit-jerit bising, tapi berhasil disambar orang karena aku lengah saat kudapati bayangmu disana, kepayahan membawa sepiring penuh nasi rames di antara jejalan manusia.

Ya, dalam daftar ’Seribu hal yang aku rindukan dari Smaga’, kamu terletak di nomor satu. Kamu di lapangan belakang. Kamu dan motormu. Kamu saat pergantian pelajaran. Kamu ketika tertawa. Kamu, kamu,kamu.

Orang bilang aku jatuh cinta kepadamu. Padahal kutahu pasti, aku tidak sedang jatuh cinta. Ah, perasaan yang sulit dijelaskan. Kamu hanya detil sederhana dalam hariku. Namun tanpa detil itu, hariku tak sempurna. Seolah indraku dibuat untuk mengenali eksistensimu. Mendeteksi tawamu, binar matamu, derap langkahmu. Aneh memang.

Bukan cinta. Hanya euforia masa remaja. Mungkin terlalu banyak hormon endorphin.

Dan tahukah kau, ditempat baruku ini, pohonnya indah-indah. Dengan daun rindang berwarna merah pekat, berbentuk hati. Tapi entahlah, aku lebih suka pohon yang dulu. Yang teduh dan suram, dengan kamu di bawahnya :)

*semoga kamu baik-baik saja disana, karena keadaanku disini sedikit menyebalkan

gambar dari sini

Percakapan di Bawah Hujan

Minggu, 29 Agustus 2010

| | | 5 komentar

“Kenapa kamu suka sekali berdiri di bawah hujan?”

”Eh...”

”Nanti kamu kedinginan lho... Sini, aku bagi payungku...”

” T-terimakasih...”

”Ibuku selalu cerewet kalau aku hujan-hujanan. Bilang aku bisa pusing lah, flu lah... Padahal mana mungkin sih, butiran-butiran yang masih murni ini penyebab penyakit? Itu semua tergantung daya tahan tubuh kan? ”

”Eh, i-iya..”

”Dan dia selalu bersikukuh agar aku membawa payung setiap hujan. Menyebalkan sekali... Padahal kan, jauh lebih asyik bila kita berlarian di bawah hujan. Merasakan tetes-tetes air hujan menerpa wajah kita... Kau juga suka hujan kan?”

”Iya...”

”Hahaha, sudah aku tebak. Matamu bahagia bila hujan turun.”

”Emm..”

”Aku juga sukaaaa sekali dengan hujan. Bagaimana melihat tetesan hujan berlomba-lomba membasahi tanah, menimbulkan wewangian yang menyenangkan. Bagaimana irama hujan yang berkeretak menerpa atap-atap. Dan yang paling aku suka, bagaimana hujan menimbulkan perasaan tertentu.”

”Perasaan seperti apa?”

”Perasaan yang... entahlah. Aku tidak bisa menjelaskan. Rasanya seperti bahagia, tapi ada suatu bagian dalam hujan  yang menimbulkan perasaan semacam sedih, kesepian − atau damai?? Sepertinya itu rindu, walau kadang aku tak tahu sedang merindukan apa. Apa kau paham maksudku?”

”Aku paham...”

”Itulah mengapa orang-orang selalu terinspirasi oleh hujan. Aku nggak ngerti deh, mengapa masih ada orang yang mengutuk hujan. Orang-orang seperti ibuku itu...”

”Oh...”

”Ah, maaf! Aku terlalu banyak bicara ya?? Kamu pasti terganggu olehku… Banyak orang yang bilang aku terlalu berisik, sampai− “

“Aku sama sekali tidak merasa terganggu.”

“Ah, kau baik sekali. Kebanyakan orang justru menganggapku menyebalkan, dan beberapa dari mereka malah sudah menyiapkan lakban ketika aku mulai bercerita,hahaha. Oh ya, ngomong-ngomong, apa yang paling kamu suka dari hujan?”

“Kamu. Dan payung merahmu. Seperti saat ini…”